[Donghae] || SERIES Love by Accident (Part 16)

Title : Love by Accident

Author : Zatha Amanila

Casts : Lee Donghae, Han Chaerin, Henry Lau, Yoon Hara

Genre : Romance

Rating : General

Length : Chaptered

 

~~~~~

 

DONGHAE’S POV

Aku menatap sepintas jendela dorm. Langit nampak mendung dan sepertinya akan turun hujan deras hari ini. Aku kembali duduk di sofa lalu meraih remot tivi. Telunjukku terus bergerak menekan tombol-tombol angka yang ada di remot itu. Pikiranku hampa. Sejak tadi aku terus memikirkan Chaerin yang pasti sedang berada di bandara untuk mengantar Henry sekarang.

Astaga, hentikan semua ini, Lee Donghae! Seharusnya kau tidak berburuk sangka lagi. Henry bukanlah orang yang harus ku waspadai. Dia dongsaengku. Aku sudah mengenalnya bertahun-tahun. Perasaannya pada Chaerin itu wajar. Siapapun bisa memiliki perasaan itu.

Keumanhae! Aku harus bisa menghentikan semua kegilaan ini!

Telunjukku kembali bergerak menekan satu tombol pada remot. Mataku terpaku melihat apa yang ditampilkan oleh layar tivi itu. Ya Tuhan, itu aku! Itu benar-benar aku! Kutekan tombol untuk mengeraskan volume. Suara wanita yang mengiringi video itu memenuhi gendang telingaku.

Mataku semakin membulat. Aku dan Hara ada di dalam tayangan itu. Dia sedang membantu aku berjalan. Astaga! Aku mabuk! Bisa kudengar suara Hara yang meminta agar diberi jalan oleh wartawan-wartawan itu, dan… apa-apaan ini?

Aku dan Chaerin sudah menikah lima bulan yang lalu. Tapi dia tidak mencintaiku… bahkan dia ingin menceraikanku… kalian tahu? Aku sangat sedih dengan keputusannya itu. Hatiku benar-benar sakit. Bisakah kalian memberitahunya untuk tidak menceraikanku?

Ya Tuhan! Apa yang kukatakan? Aku berbicara seperti itu di depan wartawan? Ini gila!

Drrt…

Ponselku bergetar singkat. Segera kuraih ponsel itu. Pesan dari Leeteuk hyung.

Cepatlah ke sini. Wartawan-wartawan itu sudah pergi. Nanti malam aku harus siaran Sukira.

Ah, aku lupa. Leeteuk hyung masih ada di rumah sakit sekarang. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Selesai sudah semuanya. Hidup Chaerin mungkin akan berantakan setelah ini.

 

>>>>>

 

CHAERIN’S POV

Kubuka mataku perlahan. Cukup berat. Aku langsung bisa merasakan pusing pada kepalaku. Aroma aneh menusuk-nusuk indera penciumanku. Langit-langit putih itu begitu menyilaukan mata. Kutekan kepalaku perlahan.  Selang infus tertanam pada tangan kiriku. Ah, aku pasti ada di rumah sakit. Tapi, kenapa aku bisa ada di sini?

“Chaerin-ah! kau sudah sadar?”

Eomma? Appa? Mereka ada di sini? Sedang apa?

“Kau benar-benar membuat kami cemas.” Ucap Eomma lagi. Aku mencoba menegakkan tubuhku. Aigoo, kenapa aku bisa selemas ini?

“Kalian kenapa bisa ada di sini? Memangnya aku kenapa, Eomma, Appa?”

Bisa kulihat kedua orangtuaku ini saling pandang. Wajah Eomma terlihat cemas. Aku semakin penasaran pada kondisiku sendiri. Apa aku menderita suatu penyakit mematikan?

Eomma mengelus kepalaku lembut.

“Kau pingsan di bandara.”

“Mwo? Pingsan di bandara?”

Eomma dan Appa mengangguk bersamaan. Aku mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ah, benar. Aku mengantar Henry di bandara dan tiba-tiba aku menangis hingga akhirnya mungkin aku pingsan. Aigoo, ini memalukan. Tapi, apa penyebabnya? Aku merasa baik-baik saja sebelum itu. Ini aneh!

“Apa perutmu terasa sakit?”

“Ne?”

“Dokter bilang…” Appa menggantung kalimatnya dan memandang Eomma. Aku tidak mengerti dengan mereka hari ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku benar-benar menderita penyakit mematikan?

“Aniya, kau baik-baik saja.” sambung Appa.

“Kalian ini kenapa? Katakan saja kalau aku memang menderita suatu penyakit yang mematikan. Aku pasti akan-“

“Bukan itu!” Eomma dan Appa berteriak secara bersamaan. Mataku semakin mendelik melihat pemandangan ini. Atau jangan-jangan… sebenarnya mereka yang sakit?

“Ah sudahlah, aku ingin pulang saja.”

 

>>>>>

 

DONGHAE’S POV

Aku memarkir mobilku di parkiran rumah sakit. Meski tak ada lagi wartawan yang berada di sana, aku tetap memakai topi untuk menutupi sedikit wajahku. Kulangkahkan kaki lebar-lebar. Meski pikiranku dipenuhi oleh Chaerin, tapi aku tetap mengkhawatirkan Hara. Dia koma. Itu buruk sekali!

“Joesonghamnida, di mana kamar rawat pasien Yoon Hara?” tanyaku pada seorang perawat yang menjaga kasir rumah sakit itu. Dia nampak sedikit terkejut melihatku.

“Pasien Yoon Hara ada di… di kamar VIP nomor 505.”

“Gomapseumnida.”

Aku segera berjalan, ah tidak, aku berlari menuju kamar yang di maksud. Tapi tiba-tiba, mataku menangkap sosok yang terus memenuhi pikiranku. Dia berjalan dengan sedikit bantuan dari orang tuanya. Ya Tuhan, apa dia sakit? Tapi sakit apa?

Kuputuskan untuk mendekatinya. Dia nampak terkejut.

“Annyeong haseyo, Abeonim, Eomonim. Bagaimana kabar kalian?”

“Donghae-ssi? Ah, kami baik-baik saja. Sedang apa kau di sini?” tanya Eomonim. Suara ramahnya itu tidak berubah. Tiba-tiba sebuah ide brilian muncul di benakku.

“Ng… aku mendengar Chaerin sakit, jadi kuputuskan untuk segera ke sini. Ternyata kalian juga ada di sini. Maaf merepotkan. Aku akan membawa Chaerin pulang sekarang.”

“Geurae? Itu ide yang bagus.” sahut Abeonim.

“Aku tidak mau ikut dengan namja ini.” suara Chaerin menggema dengan nada ketus yang dulu sering sekali kudengar dari mulutnya.

“Aiissshh kau ini kenapa? Kau harus pulang dengan suamimu, Chaerin-ah.” Eomonim mencoba membelaku. Aku terus menatap Chaerin meski dia tidak menatapku.

“Dia bukan lagi suamiku, Eomma.”

“Apa?”

Astaga, dia berani mengatakan hal itu di depan orangtuanya? Aku berani bersumpah demi apapun juga, ini betul-betul menyakitkan!

“Han Chaerin! Kenapa kau bisa berbicara setabu itu, hah? Kalian belum bercerai! Kau masih istri sah Donghae-ssi. Kau harus pulang bersamanya sekarang juga.”

“Aniyo, Appa. Aku tidak mau pulang dengan pembohong seperti dia. Aku benar-benar membenci namja ini. Jadi tolong kalian jangan pernah membujukku lagi untuk tinggal bersamanya.”

Chaerin berlalu dengan langkah lebar. Dia baru saja memelototiku. Membuat tatapan yang begitu tajam dan menakutkan. Aku tidak tahu dia sebenci ini padaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Ya Tuhan, rasanya aku ingin mati sekarang!

“Donghae-ssi, aku harap kau tidak membenci Chaerin hanya karena ini. Aku benar-benar minta maaf. Dia pingsan dan dokter bilang… ah, bukan apa-apa. Aku minta kau maafkan dia.” Ujar Abeonim dengan bijaksana. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan.

“Biarkan dia tenang. Kalau perasaannya sudah membaik, aku yakin dia akan menemuimu.”

Abeonim menepuk pelan pundakku lalu beranjak pergi menyusul Chaerin dan Eomonim. Aku menatap punggung gemuk Ayah mertuaku itu.

“Apa dia akan benar-benar menemuiku, Abeonim? Dia membenciku.”

 

>>>>>

 

AUTHOR’S POV

Namja itu membuka pintu dorong sebuah ruang rawat rumah sakit dengan malas. Kedua matanya langsung menangkap sosok hyungnya tengah duduk di sofa sambil memijar keningnya perlahan.

“Aku sudah datang, hyung.” Ucap Donghae seraya mendekati Leeteuk.

“Oh, kau sudah datang rupanya. Gwaenchana?” tanya Leeteuk cemas. Yang ditanya hanya menggeleng pelan lalu menyunggingkan senyumnya. Kepalanya menoleh pada sorang yeoja yang terbaring tak berdaya di atas ranjang. Sebuah alat pernapasan terpasang pada hidungnya.

“Dia koma, hyung?”

“Hm,”

Donghae mendekati Hara diranjangnya.

“Aku sudah jahat padanya, hyung.” Ucap Donghae pelan. Matanya terus menatap wajah Hara yang pucat. “Aku membuat hidupnya menderita.”

Leeteuk menepuk pelan pundak Donghae. Satu tangannya yang lain ia masukkan ke dalam saku celananya.

“Tidak ada yang jahat dalam hal ini, Hae. Kalian semua adalah korban dari takdir. Kau hanya perlu bersabar dan tidak melakukan apapun yang membuat hidupmu lebih hancur.” ujar Leeteuk bijak. Mata Donghae berkaca-kaca. Ia masih belum mengalihkan tatapannya dari wajah Hara.

“Aku sudah membuat hidup Hara dan Chaerin sulit. Seharusnya mereka tidak mengalami hal ini. Aku membawa kesialan bagi hidup mereka, hyung.”

“Donghae-ya, jangan bicara seperti itu.”

“Entahlah, hyung. Aku merasa lelah dengan semua ini. Aku lelah…”

Leeteuk hanya memandang Donghae prihatin. Tangannya sedikit mengelus pundak Donghae untuk memberi kekuatan pada dongsaeng kesayangannya itu.

“Aku pergi dulu. Kabari aku kalau sesuatu terjadi pada Hara-ssi.”

Tanpa menunggu jawaban Donghae, Leeteuk segera keluar dari ruang rawat itu sambil menghembuskan napas panjang. Sementara Donghae beranjak dari duduknya dan mendekati jendela. Dipandangnya gedung-gedung tinggi menjulang dari sana. Satu tangannya merogoh saku celana jins yang ia kenakan. Sebuah kalung perak berbandul kepala panda muncul dari sana.

“Apa aku bisa mengucapkan selamat ulang tahunmu besok lusa? Aku ingin, tapi kau sudah membenciku sekarang.”

Satu tetes air mata Donghae keluar dari sudut matanya.

 

>>>>>

 

CHAERIN’S POV

 

Baby can`t you see that look at my eyes

 

seulpeume ppajin nae dununeul bwa

<p>bulgeun taeyangboda deo tteugeopge</p>saranghaetdeon nareul ullijima

Shit! Kenapa orang itu meminta lagu seperti ini? Tidak adakah lagu lain yang lebih bagus dari ini? Tsk, jinjja!

Aku segera mematikan saluran radio yang sedang kusetel malam ini. Aku hanya berharap bisa mendengarkan lagu-lagu upbeat untuk menghilangkan pikiran kalutku. Bodoh! Si penyiar sudah bilang dari awal akan memutar lagu-lagu ballad untuk menemani adiknya yang sedang patah hati. Hei, kalau patah hati seharusnya dihibur dengan komedi atau lagu-lagu upbeat, bukannya justru disuguhi lagu-lagu ballad.

Akhirnya aku memutuskan untuk bersembunyi di bawah selimut tebalku. Aku ingin segera tidur tapi mataku tidak bisa diajak bekerja sama. Astaga, kenapa semua hal terasa menyebalkan sekarang?

Pikiranku melayang saat bertemu Donghae di rumah sakit. Dia bilang ingin menemuiku, tapi aku tidak yakin. Mungkin yeoja chingunya itu sedang sakit dan dirawat di rumah sakit yang sama denganku. Entahlah. Aku betul-betul tidak ingin mengingat wajah Donghae sekecil apapun. Aku ingin melupakannya. Keinginan untuk bercerai semakin kuat. Aku harus cepat-cepat mengurus surat-surat itu besok. Ini harus!

 

>>>>>

 

DONGHAE’S POV

Aku mengerjap-erjapkan mata saat telingaku menangkap suara Hara memanggil namaku. Samar kulihat dia menolehkan kepalanya ke arahku dan tersenyum. Omo! Dia sudah sadar!

”Hara-ya, kau sudah sadar? Syukurlah. Aku khawatir sekali.”

Dia mengangguk-angguk lemah tanpa melepas senyumnya. Ya Tuhan aku lega sekali.

”Aku… baik-baik saja, oppa…” ucap Hara lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Aku segera mengambil kursi dan duduk di sampingnya. Ah iya, sebaiknya aku panggil dokter.

Aku beranjak lagi dari kursi namun tanganku tertahan. Hara menggenggamnya erat.

”Jangan panggil dokter…”

Aku tertegun sesaat. ”Baiklah.”

”Oppa?”

”Hm?”

”Aku sudah mengetahui semuanya.”

”Mwo?”

”Aku ingat semua yang terjadi sebelum aku amnesia. Itu bagus kan?”

Kutatap manik mata Hara. Sorot itu sangat menyedihkan. Aku coba membalas senyumannya.

”Ne, itu sangat bagus. Tapi… kau tidak marah padaku kan?”

Dia menggeleng pelan. ”Ani. Aku justru senang sudah mengetahui semuanya.” jawabnya.

”Oppa,”

”Hm?”

”Kau mencintai istrimu?”

Aku sedikit tersentak mendengar pertanyaannya. Sekarang aku baru yakin kalau dia sungguh-sungguh sudah mengetahui semuanya.

”Tentu saja. Aku mencintainya lebih dari diriku sendiri. Terlalu banyak cinta yang kuberikan padanya. Tapi itu justru membuatnya menderita.” jawabku parau. ”Ah, mianhae. Aku terlalu banyak bicara. Lebih baik kau istirahat saja. Aku akan terus menunggumu di sini.”

”Ani. Aku tidak mau istirahat lagi. Sudah cukup bagiku untuk istirahat. Aku ingin melihat wajahmu lebih lama.” tukas Hara. Dia menggenggam tanganku erat dan terus menatapku dalam senyuman.

”Oppa, bisakah kausampaikan pesanku pada orang tuaku?”

”Pesan? Kenapa kau tidak menyampaikannya sendiri? Aku bisa menyambungkan telepon pada orang tuamu sekarang juga.”

”Aniya. Aku ingin kau yang menyampaikannya.” jawab Hara serius. ”Katakan pada mereka kalau aku… tidak pernah membenci mereka sedikitpun. Meski mereka sibuk dan melupakanku, tapi aku tetap mencintai mereka.”

Aku tertegun mendengar ucapan Hara. Kenapa sikapnya begitu aneh sekarang? apa ini efek dari koma?

”Sampaikan permintaan maafku juga pada istrimu. Aku tidak akan bertemu dengannya setelah ini jadi aku tidak bisa mengatakannya langsung.”

”Hara-ya…”

”Kau mau menyampaikannya kan, oppa? Hanya kau yang peduli padaku.”

Aku bisa melihat mata Hara berkaca-kaca. Nada suaranya yang memohon itu membuat dia semakin telihat kasihan di mataku. Aku hanya bisa mengangguk-angguk.

”Akan kusampaikan.” tukasku.

”Gomawo, oppa. Ah ya, bisakah kau ambilkan air mineral untukku? Aku haus sekali.”

”Kau haus? Baiklah. Tunggu sebentar di sini. Aku akan ambilkan air untukmu.”

Aku beranjak dari dudukku dan segera keluar dari ruang rawat. Kebetulan begitu aku menutup pintu, seorang perawat sedang lewat.

”Joesonghamnida, pasien di kamar ini butuh air mineral. Bisakah kau mengambilkannya?”

”Ah, ne. Akan kuambilkan.”

”Gomapseumnida.”

Perawat itu berjalan dengan setengah berlari. Aku kembali ke dalam dan kulihat Hara tertidur. Aku baru akan menyunggingkan senyum karena akhirnya dia mau tidur juga sebelum akhirnya suara mesin detak jantung itu berbunyi datar. Mataku membulat melihat layar mesin dengan garis lurus itu. Ini artinya…

”Hara-ya? Bangunlah. Sebentar lagi airnya datang. Kau haus kan?”

Tidak ada respon. Hara tetap menutup mata dengan bibir pucat. Kusentuh tangannya. Dingin. Tidak ada pergerakan apapun pada dadanya. Dia tidak bernapas. Hara sudah tidak bernapas lagi! Ya Tuhan!

”Hara-ya? Bangunlah… kumohon buka matamu!”

Dadaku bergemuruh. Hara tetap diam. Lututku terlampau lemas dan nyaris tidak bisa menahan bobot tubuhku lagi. Hara sudah tidak ada. Dia pergi ke tempat yang sulit kujangkau.

Aku menangis dalam diam. Air mataku mengucur deras. Aku terduduk di atas kursi dan meletakkan kepalaku di sebelah tangan Hara. Ya Tuhan, gadis ini sudah pergi. Aku tidak akan bisa melihatnya lagi.

”Permisi, tuan. Ini air- omo! Apa yang sedang terjadi?” kudengar suara perawat itu panik dan memanggil-maggil dokter dari pintu kamar rawat.

Hara-ya, aku akan menepati janjiku untuk menyampaikan pesanmu. Maafkan aku sudah membuatmu menderita hingga kau harus pergi. Aku memang namja bodoh. Hukumlah aku saat kita bertemu di surga nanti.

Selamat tinggal, Yoon Hara.

 

>>>>

 

AUTHOR’S POV

Gadis itu memasuki sebuah kantor pengurusan surat cerai dengan balutan bolero hitam yang dipadukan dengan dress tanpa lengan sepaha bermotif bunga. Kakinya terbalut boots mini hitam dengan hak setinggi 5 cm. Ia melangkah dengan langkah pasti seolah tidak ada keraguan lagi untuk membatalkan niatnya.

”Pemisi, aku ingin mendaftarkan gugatan cerai atas nama Han Chaerin.” ucap gadis itu pada seorang namja paruh baya yang duduk di belakang meja kasir.

”Isilah formulir ini dulu. Pastikan semua datanya benar.”

”Ne. Gomapseumnida.”

Gadis itu pun mengambil bolpoin yang di sodorkan oleh namja paruh baya itu. Tangannya mulai bergerak menulis data dirinya di atas kertas tersebut. Sesekali ia menghela napas dan berhenti sejenak, kemudian mulai menulis lagi dengan penuh keyakinan.

Matanya membulat begitu ia sampai pada data diri suaminya. Ia harus mengisi data-data itu dengan data yang benar sementara ia sendiri tidak begitu mengenal suaminya. Dihelanya napas panjang.

”Permisi, ahjussi. Ada data yang kulupa. Bisakah aku kembali lagi besok setelah semua datanya terisi?” tanya gadis itu.

”Silakan. Tapi mungkin… sebaiknya kau pikirkan ulang tentang perceraian ini. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” jawab namja paruh baya itu diiringi senyumannya. Gadis itu membalas dengan senyum sekilas.

”Ne, algeutseumnida.”

Ia beranjak sambil menarik tas selempangnya ke pundak. Di tatapnya sebentar map yang berisi surat cerai itu lalu pergi keluar dari gedung. Tujuan utamanya adalah apartemen tempat suaminya menginap.

 

>>>>>

 

Donghae menghempaskan diri di atas sofa dorm dengan balutan jas hitam dan celana hitam. Ia nampak sangat lelah setelah pemakaman Hara selesai. Beberapa member ikut menemaninya ke pemakaman tidak banyak dihadiri oleh orang-orang. Donghae sibuk menghubungi orang tua Hara yang berada di London, namun orang tua Hara justru lebih mementingkan pekerjaannya dari pada putrinya. Itu membuat Donghae geram. Akhirnya ia tidak lagi menghubungi mereka.

”Donghae-ya, gwaenchana?” tanya Eunhyuk seraya mengambil duduk di sebelah Donghae.

”Ne. Aku tidak apa-apa, tidak perlu khawatir.”

”Kau terlihat lelah. Sebaiknya kau tidur di kamar.” Eunhyuk memberi nasehat.

”Ne, nanti aku akan tidur.”

”Baiklah, aku harus kembali syuting sekarang. Telepon aku kalau kau butuh apa-apa. Arasseo?”

Donghae tidak menjawab. Eunhyuk beranjak keluar dorm. Tinggallah Donghae sendiri di sana. Diraihnya ponsel. Ingin sekali rasanya menghubungi Chaerin. Tapi Donghae tahu itu tidak mungkin. Baru saja ia beranjak ke kamar, suara bel dorm berbunyi nyaring. Donghae menghampiri kamera pengawas di dekat pintu. Ia terkejut begitu mengetahui siapa yang ada di depan pintu dorm.

”Kau kemari?” tanya Donghae begitu ia membuka pintu dorm. Bisa dilihatnya sosok yeoja yang begitu ia cintai berdiri di sana. ”Masuklah,” ajak Donghae.

”Aku tidak lama.” jawab Chaerin dengan nada sedikit ketus. ”Aku ke sini untuk memberikanmu formulir ini. Kau harus segera mengisinya.”

Donghae mendelik heran. ”Formulir?”

”Lebih cepat lebih baik.” tambah Chaerin singkat. Donghae memandang map yang disodorkan yeoja itu. Ia sudah tahu apa isi dari map tersebut.

”Apa ini membuatmu lebih bahagia?” tanya Donghae pilu.

”Palliwa!” Chaerin berseru kesal. ”Kau hanya perlu mengisi data-datamu setelah itu semua ini akan selesai.” tambahnya.

”Kenapa kau bersikap seperti ini?” kini suara Donghae meninggi. Ditatapnya Chaerin dalam-dalam. ”Apa yang sudah kuperbuat sampai-sampai kau membenciku? Aku tidak mengerti alasanmu!”

”Kau tahu kesalahanmu, Lee Donghae!” teriak Chaerin. ”Kau bahkan sangat tahu.”

”Aku tidak tahu apapun!”

”Keumanhae!” Chaerin mencoba menyudahi pertengkaran ini. ”Aku sudah lelah bertengkar denganmu. Lebih baik kita selesaikan sekarang juga!”

Rahang Donghae menguat. Ia sudah berada di puncak emosinya. Diambilnya map itu. Tangannya langsung bergerak cepat merobek kertas tersebut. Mata Chaerin membelalak melihat tindakan Donghae.

”HYA! APA YANG KAULAKUKAN?” Chaerin mencoba mencegah tindakan Donghae yag terus merobek surat cerai itu. Tapi ia gagal. Kertas tersebut jatuh dan berserakan di lantai.

PLAK!!!

Satu tamparan melayang ke pipi Donghae. ”KAU GILA!”

”AKU TIDAK GILA, HAN CHAERIN! AKU HANYA MENCINTAIMU!”

”HENTIKAN!!!” suara Chaerin melengking. ”Berhenti berkata kalau kau mencintaiku! Aku sudah muak dengan semua itu! AKU MUAK!”

”Chaerin-ah…” satu tetes air mata Donghae mengalir di pipinya. ”Tidak bisakah kau juga mencintaiku?” ucap Donghae parau. Chaerin menatap mata Donghae dalam. Ia tidak menangis.

”Kau mengkhianatiku, Donghae-ya.”

”Ani. Aku tidak pernah mengkhianatimu sedikitpun.”

”Tapi itu kenyataannya.” suara Chaerin kian melemah namun penuh tekanan. Sepi. Mereka terdiam beberapa saat.

”Joha. Aku tidak akan memaksamu untuk bercerai lagi.”

Donghae tersentak. ”K-kau serius?”

”Mulai sekarang, aku anggap kita sudah berpisah, meskipun secara hukum kita belum bercerai. Aku ingin kita menjalani hidup masing-masing.” ujar Chaerin diikuti desah napasnya.

”Chaerin-ah…”

”Kita harus berpisah baik-baik. Jadi…” Chaerin mengulurkan tangannya ke hadapan Donghae. ”Ayo berjabat tangan.”

Donghae menatap Chaerin tak percaya. Ia menarik napas dalam dan berat. Ditatapnya tangan Chaerin yang terulur lalu ia menggeleng cepat.

”Kau tidak mau menjabat tanganku?” tanya Chaerin parau. Cairan bening itu berhasil keluar dari sudut matanya. ”Baiklah. Aku anggap ini selesai.” ia menurunkan tangannya. Chaerin menyuggingkan senyum yang nampak tidak tulus.

”Selamat tinggal… suamiku.”

Chaerin bergerak menjauh dari posisi Donghae. Satu tangan Donghae terangkat untuk mencegah yeoja itu pergi. Namun Donghae tidak dapat menggapainya. Ia memandang punggung Chaerin. Ingin rasanya ia peluk punggung yang begitu menyedihkan itu. Ia ingin berlari mencegah istrinya pergi. Ia ingin, tapi kedua kakinya terasa kaku.

Your leaving which had been known earlier

Has no difference from a pain which cause me almost dead to me right now

Time passes, I still can’t let you go

Letting you go

I’ve did too much for you

(Super Junior – Y)

 

-TBC-

Waaaaahh sebentar lagi FF ini bakalan tamat. Tapi author mau minta maaf dulu. Dikarenakan keteledoran author sebagai manusia biasa, part 17 yang udah selesai harus hilang nggak berbekas dari file author. Jadi, author harus ngetik ulang part itu di sela-sela banyaknya tugas kuliah T,T

Author bakalan publish part 17 minggu depan. Mohon pengertiannya ya readers, karna ngetik ulang FF itu lebih susah dari pada ngetik cerita baru. Sekali lagi mianhae >.

 

 

>published by.yooNkyu

5 thoughts on “[Donghae] || SERIES Love by Accident (Part 16)

  1. Hara meninggal, donghae merasa bersalah.. Chaerin benar2 udah ngambil surat cerai dan ngisi data nya.. Donghae frustasi berat tuh..

  2. Yeahhh Hara Mati Seneng Gue Lol :p

    Psti Chaerin Hamil ..
    Aturan Chaerin or Donghae ya di ksih tau ama Eooma N Appa ya Chaerin,jdi kn HaeRin nggak Cerai U,u

    Jngan smpe Ceraiii Dahh Gax Snggup Coz Gue *Apa Deh*

    Daebakk
    I Like. It 🙂

  3. Hara meninggal..chaerin hamilkan tapi kenapa orangtua chaerin tidak mengatakan yang sebenarnya kepada chaerin dan donghae..semoga setelah chaerin tau kalo dia hamil ga jadi minta cerai terus…kasian donghae rasa bersalah akan kematian hara dan masalah perceraiannya..

Leave a comment