[DONGHAE] || SERIES Love by Accident (Part 15)

Title : Love by Accident

Author : Zatha Amanila

Casts : Lee Donghae, Han Chaerin, Henry Lau, Yoon Hara

Genre : Romance

Rating : General

Length : Chaptered

 

~~~~~

 

AUTHOR’S POV

Namja dengan rambut blonde cerah itu membopong seorang yeoja dipunggungnya ke dalam rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa. Dia terus berjalan setengah lari sambil memangil-manggil perawat agar mendekatinya. Tak lama, dua orang perawat datang dengan membawa ranjang dorong. Leeteuk, namja itu, segera meletakkan yeoja yang digendongnya ke atas ranjang. Dua orang perawat itu membantunya mendorong ranjang hingga sampai di depan ruang ICU.

”Joesonghamnida, tunggulah di sini. Kami akan memeriksanya.” ucap salah seorang perawat.

Leeteuk menurut dan diam di depan pintu ruang ICU. Napasnya memburu. Dia segera merogoh ponsel di dalam saku celananya dan menghubungi Donghae.

Sebuah nada dering mengalun dari sana cukup lama.

”Ayolah Donghae-ya, angkat teleponmu!” ujar Leeteuk geram.

Dia terus menunggu hingga nada dering tersebut akhirnya berhenti dan digantikan oleh suara operator.

”Aarrgghh!” Leeteuk berteriak sambil membanting tangannya. Sesaat kemudian, dua ibu jarinya menari di atas layar ponselnya.

 

>>>>>

 

DONGHAE’S POV

Aku terkesiap begitu telingaku menangkap lagu Y yang kuciptakan sendiri mengalun keras. Mataku sangat berat. Kurasakan kepalaku berdenyut cukup keras dan membuat sakit. Kutegakkan tubuhku sambil terus memncoba membuka mataku yang amat sangat berat. Ah, aku pasti sudah tidur lama sekali.

Kutekan-tekan kepalaku perlahan. Sekarang aku bisa membuka mataku dengan normal, meski kepalaku masih terasa sakit. Hei, ini di mana? Kenapa aku ada di sini?

Mataku terus berputar mengamati seluruh ruangan itu. Sepertinya aku tidak asing dengan suasananya, tapi aku tetap tidak bisa menemukan jawaban di mana aku saat ini. Yang aku tahu ini adalah kamar. Kamar yeoja tepatnya, karena begitu wangi dan rapi. Hampir semua barang di sini berwarna merah muda.

Ponselku berbunyi lagi. Aku segera meraihnya. Pesan dari Leeteuk hyung.

Hara-ssi pingsan. Cepat ke rumah sakit sekarang. Dia koma.

Apa? Hara koma? Astaga! Jangan-jangan ini kamar Hara? Tapi kenapa….?

Aku segera beranjak keluar kamar. Tujuan utamaku adalah rumah sakit, tentu saja. Berbagai pertanyaan bergerumbul di otakku. Sial! kenapa aku tidak bisa mengingat apapun tentang kejadian semalam?

 

>>>>>

 

CHAERIN’S POV

Hari ini hari ujian kelulusanku. Hari menegangkan bagi semua murid SMU sepertiku. Jujur saja aku merasa tidak siap ujian. Pikiranku tidak fokus karena berbagai masalah yang menimpaku akhir-akhir ini. Belum lagi kondisiku yang tidak sehat sekarang. Sejak semalam, perutku terasa mual dan ingin muntah. Kepalaku juga pusing. Aku pikir mungkin aku masuk angin, jadi aku hanya mengolesi perutku dengan minyak kayu putih dan tidur yang cukup.

Sekarang sudah lebih baik, dan ujian sudah terlewati. Aku bersyukur karena Tuhan memberikanku otak yang encer dan IQ yang tinggi sehingga aku tidak perlu repot-repot belajar dengan SKS, yaitu Sistem Kebut Semalam. Aku yakin aku akan lulus dan setelah itu, aku akan kuliah sebagai mahasiswi perfilman di Universitas Korea. Kalau saja ada tombol ’skip’ dalam hidupku, aku pasti akan menekannya dan langsung masuk ke kehidupan sebagai mahasiswi tanpa memikirkan masalah yang terjadi.

Kakiku melangkah keluar sekolah. Hari ini aku tidak membawa sepeda, aku sedang ingin jalan kaki.

”Chaerin-ssi!” panggil seorang yeoja dari belakangku. Aku menoleh. Oh, Hwang Minkyung ternyata. Dia berjalan mendekat. Aneh. Dia tidak menyeringai seperti biasanya. Wajahnya nampak ramah dengan sebuah senyum yang mengembang di sana. Apa penyakitnya itu sudah sembuh?

”Wae?” tanyanya. Mungkin dia melihat ekspresi heranku barusan.

”Aniya.” jawabku singkat. ”Tumben sekali kau menaruh embel-embel ’-ssi’ untuk memanggilku?” aku mencoba menggodanya. Tapi Minkyung justru tersenyum manis. Oh, baiklah, ini pemandangan langka menurutku.

”Aku sudah bosan berdebat denganmu. Lagipula, sebentar lagi kita berpisah. Yah, meski kita tetap satu kampus.”

Ah, benar juga. Baguslah kalau dia sudah tidak menunjukkan ’ondel-ondel’nya lagi.

”Mau minum kopi denganku?”

 

>>>>>

 

Aku menatap dua cangkir Capuccino hangat yang baru saja diletakkan untukku dan Minkyung. Kami berada di sebuah Coffee Shop dekat stasiun kereta bawah tanah. Kutiup perlahan Capuccino itu dan menyeruputnya sedikit.

”Bagaimana kabar Donghae oppa?” tanya Minkyung membuatku tiba-tiba tidak bernafsu untuk minum capuccino itu lagi.

”Dia baik… mungkin.” jawabku.

”Mungkin?” Minkyung mendelik. ”Rupanya hubungan kalian tidak bagus. Sudah kuduga.” tambahnya.

”Kau sudah mengetahui semuanya, untuk apa bertanya lagi padaku?”

”Ah baiklah, tidak usah dibahas lagi. Aku mengajakmu ke sini hanya untuk memperbaiki hubungan kita yang tidak bagus.”

”Lalu?”

Minkyung menyenderkan punggungnya ke badan kursi. ”Aku menemui Appamu.”

”Mwo? Kau menemui Appa? Untuk apa?”

”Tentu saja aku ingin bertanya tentang kabar yang mengatakan kau sudah menikah. Untuk apa lagi?”

”Mwo?”

”Saat itu, aku tidak sengaja bertemu dengannya di kantor Appaku. Dia menceritakan semuanya tentang kau dan Donghae oppa. Jujur saja, aku seperti kehilangan udara saat mendengar cerita itu. Aku pikir semua itu mimpi. Tapi begitu aku bangun, aku tahu itu bukan mimpi. Karena itulah, tadinya aku berencana untuk membuatmu tidak bahagia hidup bersama Donghae oppa. Kau tahu kan kalau aku menyukainya? Yah meski hanya sebagai penggemar.” papar Minkyung.

Aigoo, Appa ini! Kenapa harus menceritakan semuanya pada Minkyung? Aku dan Donghae kan sudah susah payah menutupinya.

”Jangan salahkan Appamu,” ucap Minkyung seolah bisa mendengar suara hatiku. ”Aku yang mendesaknya untuk bercerita.”

Oh, ternyata yeoja ini masih sama.

Astaga! Jangan-jangan, berita tentang pernikahan kami itu dia yang menyebarkannya?

”Hya! Jangan melototiku seperti itu!”

”Minkyung-ssi, kau tidak membeberkan berita yang kaudengar itu kan?”

”Hya! Aku tidak sekejam itu! walaupun aku tidak menyukaimu, tapi aku masih bisa berpikir normal untuk mempertimbangkan keselamatanmu.”

Oh, benarkah? Jadi bukan dia?

”Aku hanya ingin mengatakan itu padamu. Jadi sekarang pergilah.”

”Mwo? Kenapa kau mengusirku? Tidak bisa, lebih baik kau yang keluar.”

”Hya! Kau ini menyebalkan sekali! Aku sudah ada janji di sini, jadi pergilah!”

”Omo! Kau galak sekali. Wajahmu sudah seperti kodok kepanasan, Minkyung-ssi.”

”BO?”

”Hahaha… joha, aku akan keluar dari sini. Annyeong!”

”HYA!!! Awas kau, Han Chaerin!”

Aku pun melangkah keluar dari Coffee Shop itu. Bisa kudengar suara Minkyung yang sedang menggerutu. Hhhh… selesai sudah. Setidaknya aku bisa sedikit lega karena Hwang Minkyung sudah tidak memusuhiku lagi. Dia benar-benar berubah. Yaaa meski sifat galaknya itu tetap sama. Aku mungkin tidak akan menemukan yeoja aneh seperti dia lagi di manapun.

Omo! Aku lupa harus mengantar Henry ke bandara!

 

>>>>>

 

DONGHAE’S POV

Aku menutup pintu taksi dengan kencang lalu berlari masuk ke dalam rumah sakit. Setelah memastikan kamar tempat Hara di rawat, aku segera berlari. Mataku tiba-tiba menangkap banyak wartawan bergerumbul di sebuah ruang rawat. Sial! kalau aku tetap nekat ke sana, ini akan berbahaya.

Kuraih ponselku dan mengirimi Leeteuk hyung sebuah pesan singkat.

Aku tidak bisa ke sana. Banyak wartawan. Aku akan ke dorm sekarang. Kalau mereka sudah pergi, cepat kabari aku.

Send…

 

>>>>>

 

Kulangkahkan kakiku masuk ke dalam dorm. Kepalaku masih sedikit berdenyut. Aku harus masuk lewat pintu darurat apartemen untuk menghindari wartawan-wartawan yang menunggu di lobi. Ini sungguh menyiksa! Selama aku bergabung dengan Super Junior, aku tidak pernah merasakan guncangan karena wartawan sedahsyat ini. Aku selalu berpikir mereka adalah teman yang bisa membuat grupku semakin terkenal. Tapi sekarang, rasanya aku ingin menelan dalam-dalam pernyataan itu.

Aku masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhku yang amat sangat lelah. Kupandangi langit-langit kamar yang putih, mencoba mengingat kembali yang terjadi semalam sehingga aku bisa tidur di kamar Hara.

Aku ingat kalau aku datang ke bar tempat Joon Gu hyung bekerja dan memesan satu botol vodka. Aku meminum satu gelas vodka itu dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Mungkin aku mabuk. Tapi setelah itu?

Aaaaaarrgghh! Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?

Kutegakkan tubuhku dan beranjak menuju dapur. Aku terkesiap saat melihat Henry sedang membuat ramen di sana. Namja ini… aku sudah membuatnya babak belur kemarin. Mungkin dia akan membalas dendam padaku sekarang.

”Kau sudah pulang, hyung?” tanya Henry. Nadanya terdengar ramah. Apa dia tidak membenciku?

”Kau masak ramen?” aku balik bertanya.

”Ne. Aku lapar sekali. Semuanya sedang sibuk, jadi tidak ada makanan tersisa. Kau mau juga, hyung?”

 

>>>>>

 

Sluuuurrrpp

Kuhirup satu sumpit mie ramen dari mangkukku. Henry juga melakukan hal yang sama di hadapanku sekarang. Nampaknya dia benar-benar lapar. Mataku menyusuri wajahnya yang kebiru-biruan. Aku tidak sadar sudah membuat wajahnya sememar itu. Ah, kenapa aku bisa sekejam itu kemarin?

Kuletakkan sumpitku di sebelah mangkuk. Aku mulai kehilangan nafsu makan. Rasa bersalah menggelayutiku.

”Kenapa berhenti, hyung?” tanya Henry.

”Aku tidak pantas makan masakanmu, Henry-ah. Mianhae,” jawabku pelan. Dia ikut meletakkan sumpitnya dan meneguk air mineral di gelasnya.

”Mengenai kemarin, aku tidak akan membahasnya.”

Aku terkesiap. ”Waeyo? Bukankah aku sudah membuat kau terluka? Seharusnya kau membalasku, Henry-ah.”

Dia tersenyum. ”Tidak, hyung. Yang kaulakukan kemarin itu sangat wajar. Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Aku sudah memeluk Chaerin dan juga… mencintainya.”

Deg!

Ini pertama kalinya aku mendengar bahwa Henry mencintai Chaerin, mencintai istriku. Selama ini dugaanku benar. Mereka saling mencintai. Dan aku? Tsk, aku adalah perusak perasaan mereka berdua.

Ya Tuhan, kenapa dadaku sesak sekali menyadari hal itu?

”Siang ini aku akan kembali ke Beijing, hyung.”

”Mwo? Siang ini? Kenapa begitu mendadak?”

”Bukankah tempatku memang bukan di sini? Seharusnya aku berada bersama Zhoumi hyung, bukan dengan kalian.”

”Henry-ah…”

”Mianhae, hyung.”

Kami terdiam selama beberapa detik. Aku menengadahkan kepalaku untuk menahan air mataku yang hampir turun. Ini benar-benar rumit. Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk bertahan.

”Hyung, bolehkah Chaerin mengantarku ke bandara?”

 

>>>>

 

CHAERIN’S POV

Aku melangkahkan kakiku masuk ke area bandara. Hari ini aku akan mengantar Henry kembali ke Beijing. Astaga, haruskah dia pergi sekarang? aku masih membutuhkan teman, ah bukan, tapi sahabat yang baik sepertinya. Aku tidak ingin dia jauh lagi dariku. Tapi aku juga tidak boleh egois, Henry punya kehidupan sendiri. Aku tidak berhak melarangnya untuk melakukan sesuatu yang dia inginkan.

Kepalaku berputar mencari sosok namja bermata sipit dan memiliki pipi yang chubby sambil sesekali menilik ponsel di tanganku. Henry baru saja mengirim pesan dua menit yang lalu bahwa dia sudah sampai di bandara. Harusnya sekarang dia sedang duduk menunggu panggilan masuk ke dalam pesawat kan?

”Pasta-chan!” aku mendengar seseorang memanggilku. Tidak salah lagi, itu pasti…

”Mochi-ah?”

Aku berjalan menghampiri Henry yang berdiri tak jauh dari posisiku sebelumnya. Dia tersenyum manis, bahkan terlewat manis hingga eye smilenya membentuk sempurna.

”Kau di sini rupanya. Aku mencarimu, kau tahu?” ujarku seraya menepuk pelan lengannya.

”Aw! Kenapa kau memukulku? Ini sakit sekali, Pasta-chan.”

”Mwo?” Mataku membulat begitu aku melihat Henry meringis kesakitan. Dasar kue Mochi, aku tahu dia itu pura-pura.

”Sudahlah, aku tidak mempan dengan tipuanmu itu. hahaha…”

”Hya! Kau lupa. Kemarin kan Donghae hyung sudah memukulku sampai babak belur. Tentu saja ini sakit.” Henry menunjuk lengan yang kupukul tadi. Aku mendelik. Benar juga.

Tapi… bukankah yang di pukul itu wajahnya? Kenapa dia merasa sakit di bagian lengan? Aigoo… KUE MOCHI!

”Hahaha kau tertipu, Pasta-chan.”

”Hya! Kau ini!” kupukul lagi lengannya lebih keras dari sebelumnya. Dia tertawa puas. Astaga, aku memang benar-benar sudah tertipu.

”Omo omo omo, jangan cemberut begitu, Pasta-chan. Aku hanya bercanda. Senyumlah.” Henry menarik bibirnya lebar, hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Ah, lebih tepatnya, dia nyengir Siwon. Eh salah, nyengir kuda maksudnya.

”Hahaha… lihat ekspresimu, Mochi-ah. Kau lucu sekali. Benar-benar mirip kuda. Hahaha…”

Aku terus tertawa sampai akhirnya kusadari bahwa Henry menatapku dalam sambil tersenyum.

”W-waeyo?” tanyaku gugup.

”Ani. Aku hanya senang melihatmu tertawa. Itu jauh lebih baik dari pada menangis.” jawabnya.

Aku mengalihkan pandangan. Kutatap orang-orang yang sedang berlalu-lalang di sana.

”Berjanjilah kau akan bahagia.” kudengar suara Henry lagi. Nadanya terkesan serius. Kuberanikan diri membalas tatapannya yang begitu dalam.

”Aku akan bahagia,” jawabku.

”Kalau begitu bagus,”

”Kau juga harus bahagia, Mochi-ah.”

”Kalau soal itu… aku tidak bisa berjanji.”

”Mwo?”

Dia melepaskan tawa kecilnya. Mataku menangkap lebam di sudut bibir Henry. Ah, itu pasti sakit sekali.

Hei, kenapa aku baru menyadarinya? Kemarin, aku meninggalkan Henry sendirian setelah dibuat babak belur oleh Donghae. Ya Tuhan…

”Wajahmu… sudah tidak apa-apa?”

”Ne? Ini?” dia menunjuk sudut bibirnya. ”Ah, it’s okay. Tidak perlu khawatir.” tambahnya.

”Geurae? Ah, mianhae, Mochi-ah. Aku sudah meninggalkanmu sendirian kemarin.”

”Gwaenchana. Lagi pula, ada seseorang yang sudah membantuku. Meski kami tidak saling kenal, tapi aku tahu tentang dirinya.”

Mataku membulat. ”Maksudmu, kau dibantu oleh orang asing?”

”Aniya. Sudah kukatakan, dia tidak mengenalku, tapi aku cukup tahu mengenai dirinya. Ah, sudahlah tidak perlu dibahas.”

Aku terdiam, memikirkan maksud perkataan Henry barusan. Apa dia dibantu oleh seseorang yang dia sukai? Tapi bukankah yang dia sukai itu… aku? Omo, hentikan pikiranmu itu, Han Chaerin.

”Oh ya, aku akan mengabarimu lewat e-mail kalau aku sudah sampai di Beijing nanti. Dan kau harus segera membalas e-mailku, arasseo?”

Seolah habis dilempari gundukan salju yang dingin, aku kembali memfokuskan diri pada kenyataan di hadapanku.

”Mochi-ah, haruskah kau pergi sekarang?” tanyaku lirih.

Henry tersenyum dan mengacak pelan rambut yang kukepang dua.

”Tempatku memang bukan di sini. Aku hanya akan kemari saat Super Show Korea. selebihnya, aku menetap di Beijing dan Taipei.”

”Geurae?” aku seolah masih tidak percaya.

”Tidak perlu bersedih, aku tetap akan memberimu kabar. Kita akan sering-sering berinteraksi lewat web-cam.” tukasnya.

Kurasakan mataku memanas menyadari satu hal. Aku akan begitu kehilangan Henry, kehilangan guardian angel-ku lagi untuk yang kedua kali. Dan itu amat sagat menyakitkan.

 

>>>>>

 

HENRY’S POV

”Mochi-ah, haruskah kau pergi sekarang?” aku mendengarnya bicara lagi. Suaranya begitu pelan dan lembut. Kucoba tersenyum dan mengacak rambut yang dia kepang dua itu. Ah, lucu sekali.

”Tempatku memang bukan di sini. Aku hanya akan kemari saat Super Show Korea. Selebihnya, aku menetap di Beijing dan Taipei.”

”Geurae?”

Dia tertunduk lemah sambil mengangguk-angguk pelan, bahkan nyaris tak terlihat.

”Tidak perlu bersedih, aku tetap akan memberimu kabar. Kita akan sering-sering berinteraksi lewat web-cam.” ucapku mencoba menghiburnya.

Dia sedikit menengadah ke atap bandara lalu mengedarkan pandangan ke samping kanannya.

Ya Tuhan, aku mohon jangan menangis. Ini sudah sangat membuatku sedih. Dadaku terasa sesak. Chaerin-ah, aku tidak ingin melihatmu menangis. Hentikan air matamu sekarang juga. Kumohon…

Tiba-tiba suara panggilan masuk pesawat dalam dua bahasa itu menggema. Sudah waktunya. Aku tidak ingin ragu lagi. Aku harus pergi, demi Donghae hyung dan Chaerin. Mereka harus bahagia, apapun caranya.

”Wanita itu sudah memanggilku. Aku harus segera masuk sekarang, siapa tahu bisa bertemu dengannya di dalam pesawat.” aku bermaksud mencandai yeoja di depanku ini. Berhasil. Dia tertawa kecil meski dengan mata yang berair.

”Kalau kau suka pada wanita itu, cepat katakan padanya sebelum terlambat.” dia melayani leluconku. Yah, begini lebih baik, dari pada melihatnya menangis.

”Baiklah, aku pasti akan mengatakan padanya kalau aku mencintainya.” jawabku. Kuraih batang koper. ”Aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik, Pasta-chan. Ah ya, kau harus merindukanku.”

Dia tertawa lagi. ”Yaaa baiklah, aku akan merindukanmu, kue Mochi.”

”Mwo?”

”Hahaha… sudah sana. Nanti kau tidak bisa bertemu wanita itu. Palli! Palli!” Chaerin mengibas-ibaskan tangannya seperti orang mengusir. Aku tersenyum. Kuraih kepalanya dan kudaratkan satu ciuman lembut di dahinya yang tertutup poni. Dia nampak terkejut. Ah, aku pasti akan sangat merindukan ekspresinya ini.

”Kau harus bahagia, Han Chaerin. Itu perintah.”

Dia membulatkan matanya yang memang sudah bulat. Bulu matanya yang panjang dan lentik itu bergerak-gerak.

”Dagh…”

Kulangkahkan kaki menjauh darinya sambil tetap melambaikan tangan padanya. Chaerin membalas lambaianku. Kedua alisnya tertaut, namun bibirnya tersungging senyum yang amat manis. Aku berbalik dan mulai masuk untuk memeriksa isi koperku.

Kuhembuskan napas panjang.

Aku tidak akan menyesal dengan keputusanku untuk melepaskanmu, Chaerin-ah. Aku tahu kau bisa menghadapi semuanya sendiri. Dan aku juga yakin, ada nama Lee Donghae yang terpaut jauh di lubuk hatimu. Aku tahu kau mencintainya.

 

>>>>>

 

AUTHOR’S POV

Gadis itu melambaikan tangannya lemah pada seorang namja yang masuk ke dalam ruang pemeriksaan barang di bandara. Senyumnya terukir, namun itu tak bertahan lama. Air mata yang berusaha ditahannya sejak tadi, akhirnya tumpah begitu matanya sudah tidak menangkap sosok namja itu.

Dia menangis sambil membekap mulutnya.

”Henry-ah…” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.

Beberapa orang memandangnya heran.

”Apa yang harus kulakukan kalau aku… mencintai Donghae?” dia berucap lagi disela tangisnya yang tak bersuara.

Gadis itu terus begitu hingga akhirnya kepalanya berdenyut hebat. Kedua tangannya mencoba menekan kepalanya sekuat mungkin, namun ia gagal. Gadis itu jatuh dengan air mata yang menghiasi wajahnya.

 

-TBC-

Setelah part ini, author nggak bakal munculin Henry lagi. Mianhae >o< author harus ilangin Henry dulu dari pada Hara. Don’t hate me, readers T.T #plak! *lebay*

 

 

 

>published by.yooNkyu

4 thoughts on “[DONGHAE] || SERIES Love by Accident (Part 15)

Leave a comment